Wednesday 21 June 2017

Mengapa Harus Memilih Alam Sukhavati


Tanya :
Bodhisattva Maitreya adalah calon Buddha, kelak giliranNya mencapai KeBuddhaan di alam saha. Asalkan berhasil mengamalkan Sepuluh Kebajikan dengan nilai sempurna, maka dapat terlahir di Surga Tusita bersua dengan Bodhisattva Maitreya, kemudian tiba pada waktunya dapat mengikuti Bodhisattva Maitreya lahir ke dunia, di dalam “Tiga Persamuan Nagapuspa”, mencapai tingkat kesucian. Jadi buat apa lagi harus bertekad terlahir ke Tanah Suci Sukhavati?

Master Zhizhe dari Aliran Tiantai menjawab :
Baik terlahir ke Tanah Suci Sukhavati maupun terlahir ke Surga Tusita, juga dapat dalam waktu sehari bertemu Buddha mendengar pembabaran Dharma. Kedua kondisi ini sekilas tampaknya mirip, tetapi bila dibandingkan dengan seksama, maka perbedaannya besar sekali. Mari kita bahas dari dua sisi.

Yang pertama, meskipun berhasil mengamalkan Sepuluh Kebajikan, ditakutkan belum tentu dapat terlahir ke Surga Tusita. Apa alasannya? Oleh karena di dalam “Mi-le-shang-sheng-jing (Sutra tentang terlahirnya Bodhisattva Maitreya ke Surga Tusita)”, tercantum bahwa “Harus melatih beragam jenis samadhi, harus dapat memasuki secara mendalam Samyaktva-niyatarasi, barulah dapat terlahir di Surga Tusita”.

Catatan tambahan : 
Samyaktva-niyatarasi adalah kondisi batin yang tidak mundur lagi dari pencapaian KeBuddhaan.


Selain ini tidak ada cara penjemputan yang praktis lagi, maka itu tidak sebanding dengan Buddha Amitabha yang menggunakan kekuatan tekadNya dan kekuatan cahayaNya, menuntun para praktisi pelafal Amituofo.

Lagi pula Buddha Sakyamuni juga membabarkan tentang kelahiran pada sembilan tingkatan Bunga Teratai sebagai cara penjemputan yang praktis, bahkan Sang Buddha menasehati semua makhluk supaya bertekad terlahir di Negeri Buddha Amitabha.

Asalkan para makhluk bersedia melafal Amituofo, sempurna akan keyakinan dan tekad, maka pasti terlahir ke Alam Sukhavati. Ibarat 2 insan yang saling merindukan di dunia ini, asalkan ada peluang bersua maka pasti bisa bersatu kembali.

Yang kedua, Surga Tusita termasuk dalam Kamaloka, para Dewa yang melatih diri di sana, yang mengalami kemerosotan batin itu jumlahnya sangat banyak. Bahkan di sana juga ada kaum hawanya, ini merupakan lingkungan yang akan menambah Lima Nafsu (harta, rupa, ketenaran, makanan, tidur) si praktisi.    

Lagi pula, Dewi-dewi berparas jelita, sehingga para Dewa mudah dihanyutkan dan tenggelam dalam lautan nafsu cinta, tidak sanggup membebaskan belenggu ini.

Maka itu, Surga Tusita tidak bisa dibandingkan dengan Tanah Suci Sukhavati, di Negeri Buddha Amitabha, baik air yang mengalir, burung-burung jelmaan, pepohonan bahkan semilir angin, semua ini dapat mengeluarkan suara yang mengumandangkan Buddha Dharma, agar praktisi yang mendengarnya segera membangkitkan pikiran benar, segera membangkitkan hati yang melafal Amituofo dan membangkitkan Bodhicitta, kekotoran batin segera lenyap.   

Di sana tidak ada kaum hawa dan praktisi Hinayana, seluruhnya adalah praktisi Mahayana. Maka itu, para penduduk Alam Sukhavati, kekotoran batin dan karma buruknya takkan timbul. Pada akhirnya dapat mencapai Anutpattika-dharma-ksanti.

Kalau dibandingkan antara keduanya, maka keunggulan dan kekurangan yang dimiliki, dengan melihat saja sudah jelas, apakah masih perlu diragukan?

Lagi pula, ketika Buddha Sakyamuni membabarkan Dharma di dunia ini, orang-orang yang bertemu dengan Sang Buddha tetapi tidak mencapai kesucian, jumlahnya bagaikan butiran pasir di Sungai Gangga. Kelak ketika Buddha Maitreya membabarkan Dharma di dunia ini, juga sama halnya, orang yang bertemu dengan Sang Buddha tetapi tidak mencapai kesucian, jumlahnya juga banyak.    

Maka itu tidak bisa dibandingkan dengan Tanah Suci Sukhavati, asalkan berhasil terlahir ke Alam Sukhavati maka semuanya mencapai Anutpattika-dharma-ksanti. Takkan ada satupun yang bakal jatuh ke tiga alam rendah, yang dibelenggu oleh karma samsara.

Di dalam legenda India terdapat sebuah kisah. Ada tiga orang Bodhisattva, yang pertama bernama Wu-zhuo, yang kedua bernama Shi-qin, yang ketiga namanya Shi Zi-jue.

Mereka bertiga saling mengikat janji untuk terlahir ke Surga Tusita bagian dalam, bersua dengan Bodhisattva Maitreya, siapa yang terlebih dulu meninggal dunia dan setelah bersua dengan Bodhisattva Maitreya, harus pulang memberitahu rekan-rekan lainnya yang masih hidup.

Akhirnya Shi Zi-jue meninggal dunia, tetapi bertahun-tahun sudah berlalu, tidak ada kabarnya sama sekali. Kemudian Shi-qin juga akan meninggal dunia, saat menjelang ajalnya, Wu-zhuo berpesan padanya : “Setelah anda bertemu dengan Bodhisattva Maitreya, harus segera pulang beri tahu saya ya”.    

Akhirnya tiga tahun kemudian Shi-qin baru kembali memberi kabar pada Wu-zhuo.

Wu-zhuo bertanya padanya : “Kenapa perginya begitu lama baru kembali?”

Shi-qin menjawab : “Setelah saya sampai di Surga Tusita, hanya sempat mendengar satu sesi pembabaran Dharma dari Bodhisattva Maitreya, setelah mengelilingi dan bernamaskara minta permisi padaNya, saya segera pulang kembali memberitahu padamu. Oleh karena waktu di sana sangat panjang, makanya di sini sudah berlalu tiga tahun lamanya”.  

Wu-zhuo bertanya lagi : “Shi Zi-jue ada di mana sekarang?” 

Shi-qin menjawab : “Shi Zi-jue sedang menikmati kesenangan surgawi, dia tenggelam dan tersesat ke dalam Lima Nafsu, hanya berada di bagian luar Surga Tusita, maka itu hingga saat sekarang masih juga tak berjodoh bertemu dengan Bodhisattva Maitreya”.  

Dari sini dapat diketahui bahwa Bodhisattva kecil yang terlahir di sana, masih bisa tenggelam dalam Lima Nafsu, apalagi orang awam? Maka itu praktisi sekalian mesti bertekad terlahir di Tanah Suci Sukhavati, di sana pasti dapat mencapai ketidakmunduran, jadi tidak sepantasnya mempunyai niat terlahir di Surga Tusita.





問:彌勒菩薩是補位佛,下次就輪到他在娑婆世界成佛。只要修成上品的十善法,就能生到兜率天見到彌勒菩薩,然後可以跟隨彌勒菩薩下生人間,在龍華三會中,就能證得聖果。何必要求生西方的淨土呢?

天臺智者大師答:求生西方與求生兜率,都能在一日之間聞道見佛,這兩種情形,大致上看起來似乎很相似,不過仔細比較一下的話,就大有優劣之別了。現在且分兩方面來講。

首先,就算能夠修十善法,恐怕也未必能往生。何以見得呢?因為彌勒上生經上說:「要修行眾多的三昧,要深深的進入正定聚,才能夠往生。」此外並沒有其他方便的接引,所以比不上阿彌陀佛用本願力和光明力,攝取念佛的眾生。而且釋迦牟尼佛又講九品往生的方便接引法門,殷勤的勸眾生往生彼土。只要眾生能念彌陀佛,機感相應就能往生。好比世間互相戀慕的兩人,只要有機會相見,必然一拍即合。

其次兜率天宮屬於欲界,在那兒修行的諸天退步的很多。而且那兒又有女人,這些都是讓修行者增長貪愛五欲的環境。再說天女極美。諸天容易被迷惑而沈迷欲愛不能自拔。所以兜率天不如西方淨土,極樂世界的流水鳥雀樹林風聲樂音,全都在說法,能提起眾生正念,使眾人生起念佛之心及發菩提心,而伏滅煩惱。那兒又無女人及小乘人,全部是大乘行者。因此,那兒的眾生煩惱惡業都不會起來,最後就能修到無生忍之位。兩相比較之下,優劣一眼就看出來,還須要懷疑嗎?

而且釋迦佛在世的時候,見到佛而沒有證聖果的人多如恒河沙數。將來彌勒佛出世也一樣,見到佛而沒有證到聖果的大有人在。因此比不上彌陀的淨土,只要能往生,統統都能證到無生忍。不會有任何一個人墮落到三界,被生死之業所束縛的。

印度的傳記裏,有這麼一則故事。曾經有三位菩薩,一位叫無著,一位叫世親,一位叫師子覺。他們三人相約要往生兜率內院見彌勒菩薩,先死的人見到彌勒菩薩後,要回來告訴世間還活著的人。後來師子覺死了,結果很多年都沒見到回來通報。接著世親也不行了,臨終前,無著就叮嚀他說:「你見到彌勒菩薩之後,要馬上回來告訴我呀。」結果世親去了三年之後才來相告。

無著就問他:「怎麼去那麼久才回來呢?」

世親回答說:「我到了兜率天,只聽彌勒菩薩一坐說法而已,旋繞禮畢之後,我就馬上回來告訴你了。因為那裏的日子長之故,所以這裏就已經三年了。」

無著又問:「師子覺現在在那裏呀?」

世親回答說:「師子覺去享受天樂去了,他沈迷在五欲裏,只能當彌勒菩薩的外眷屬,因此到目前為止,都還無緣見到彌勒菩薩。」

由此可知,小菩薩生到那兒,還會沈迷五欲,何況是凡夫呢?因此大家一定要發願往生西方,在那兒一定能證得不退,所以不應該求生兜率天呀。